Rencana Pemekaran Kabupaten Kerinci : Sebuah Catatan Kritis

Filosofi dan semangat dasar dari pemekaran suatu daerah tentu adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (social welfare) dan meningkatkan mutu pelayanan publik (public service) di daerah. Pemekaran daerah salah satunya bertujuan untuk memperpendek rentang kendali (span of control) dalam hal kepemimpinan dan manajerial bagi penyelenggara pemerintahan di daerah. Dengan demikian, masyarakat bisa lebih mudah diurus, dilayani, serta diketahui keinginan maupun aspirasi mereka. Akan tetapi, dalam prakteknya di lapangan, sering semangat dasar itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pemekaran daerah sering dijadikan startegi oleh pihak-pihak tertentu untuk mencapai kepentingan pribadi dan kepentingan-kepentingan elit politik (political interests) yang tidak terkait dengan kepentingan dan kemajuan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Mengkritisi pemekaran di masa lalu
Dalam konteks Kabupaten Kerinci, publik berhak mempertanyakan sejauh mana kemajuan yang bisa dicapai dari adanya pemekaran daerah. Setelah Kerinci dimekarkan 8 tahun silam, yang menurut banyak kalangan tidak mengalami kemajuan yang signifikan, tentu untuk memekarkannya lagi saat ini perlu “dikaji lebih dalam lagi” agar ia tidak hanya sebatas “strategi” bagi kelas-kelas atas yang berkepentingan politik sempit dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat luas.

Saya tidak mengatakan bahwa pemekaran wilayah tidak berdampak positif. Namun, untuk konteks Kerinci saat ini, secara kritis saya masih mempertanyakan dan meragukan hal itu. Jangan pemekaran wilayah hanya dipaksakan karena ada janji politik di Pilkada lalu. Itu tidak tepat. Tapi, jika sudah benar-benar melalui penelitian dan kajian yang mendalam dan didapatkan kesimpulan bahwa Kerinci akan benar-benar lebih maju jika dimekarkan lagi, tentu saya akan sependapat dan banyak pihak juga tentunya akan setuju.
 
Oleh karena itu, merujuk pada pemikiran Jurgen Habermas—filosof besar abad ini yang juga tokoh dari Teori Kritis Mazhab Frankfurt di Jerman—tentang “Teori Tindakan Komunikatif”-nya, perlu dibuka ruang-ruang publik yang bersifat argumentatif-diskursif untuk mendiskusikannya secara lebih transparan dan ilmiah apakah pemekaran wilayah Kerinci adalah jawaban untuk kemajuan Kerinci saat ini. Jangan  ada selubung kepentingan pihak-pihak tertentu dalam hal ini. Semua harus berdasarkan kepentingan publik.
 
Tidaklah cukup membahasnya hanya dengan melibatkan sebagian kecil elemen masyarakat saja. Seperti perwakilan tokoh-tokoh masyarakat dan adat. Karena banyak yang “dianggap tokoh” saat ini tidak memahami persoalan yang sebenarnya. Terlebih lagi kalau elemen itu berasal dari kelompok-kelompok satus quo. Pengamatannya tentu bertendensi kepentingan. Oleh karenanya, lakukanlah “tindakan komunikatif” pada banyak ruang publik.  Tindakan komunikatif itu haruslah berdasarkan rasionalitas, bukan persepsi subjektif beberapa pihak. Karena kekuasaan itu bukanlah untuk dilegitimasi, tapi untuk dirasionalisasi.
 
Mesti ada sikap kritis masyarakat
Kalau mau jujur, kita akan mengatakan tidak ada perubahan dan kemajuan yang berarti di Kabupaten Kerinci sebelum maupun setelah dimekarkan. Kita tidak mengatakan tidak ada kemajuan. Tapi kemajuan itu sangat jauh dari kesan memuaskan. Tidak terjadi peningkatan pembangunan secara drastis dan signifikan. Yang nampak jelas hanyalah pembagian dan perluasan jabatan politik dan birokrasi saja. Kalau dulu hanya ada satu jabatan Sekda, misalnya, sekarang sudah ada dua kesempatan. Orang-orang yang tidak punya peluang untuk memperoleh jabatan di Pemerintah Kabupaten Kerinci bisa mutasi ke Kota Sungaipenuh agar bisa menduduki jabatan-jabatan tertentu di birokrasi.

Bagi yang tidak punya kesempatan menjadi PNS di Kabupaten Kerinci, bisa ikut tes CPNS di Kota Sungai Penuh. Di bidang politik, juga demikian. Dulu hanya ada jabatan bupati, sekarang sudah ada peluang baru untuk menduduki jabatan politik: walikota. Kalau dulu kesempatan menjadi anggota legislatif atau anggota DPRD terbatas di satu daerah, sekarang sudah ada peluang baru di “daerah sebelah”. Nah, hanya sebatas itu yang nampak riil.
 
Pertanyaannya: apakah hanya sebatas itu tujuan dan kemajuan yang ingin dicapai dari suatu keinginan untuk memekarkan daerah? Tentu tidak. Rakyat tentunya berharap ada kemajuan yang lebih dari itu, seperti peningkatan dan kemajuan dalam hal ekonomi rakyat (pengurangan kemiskinan dan pengangguran), peningkatan pelayanan publik, peningkatan akses masyarakat terhadap hak-hak dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, kesempatan berusaha, dan lain sebagainya.
 
Nah, hari ini, kita melihat angka pengangguran masih tinggi, tingkat kemiskinan masih tinggi, tingkat pelayanan publik belum memuaskan, kinerja dan tata kelola birokrasi masih dikeluhkan banyak orang, lapangan kerja sempit, pendidikan sulit, dan sejumlah problem-problem kehidupan masyarakat lainnya yang sepertinya masih jauh panggang dari api.  Infrastruktur jalan, misalnya, kondisinya masih seperti  dulu-dulu, seperti ketika belum terjadi pemekaran. Walaupun ada pembangunan jalan di sana-sini, namun belumlah bisa dikatakan suatu pembangunan yang berarti. Banyak yang masih bersifat tambal sulam. Gedung-gedung kantor juga tidak terlihat dibangun secara besar-besaran.
 
Oleh karena itu, harus ada kesadaran dari seluruh elemen masyarakat untuk melakukan kritik ulang terhadap rencana pemekaran wilayah saat ini. Wacana dari sebagian kalangan untuk memekarkan lagi wilayah Kerinci memang perlu diapresiasi jika itu merupakan “solusi mendesak” pada saat ini untuk memajukan Kabupaten Kerinci.
 
Tapi, jika alasan memekarkan wilayah hanya karena terikat dengan janji-janji politik pada Pilkada lalu, ini yang tak dapat dibenarkan. Masyarakat mesti tahu: pemekaran wilayah bukanlah semacam tindakan spektakuler yang dengan itu daerah bisa “disulap” dengan cepat menjadi daerah maju sebagaimana yang tertancap dalam bayangan banyak orang saat ini. Masyarakat bisa melakukan sendiri studi banding ke banyak daerah yang telah dimekarkan. Lihatlah apakah pemekaran wilayah selalu berdampak positif untuk masyarakat luas? Kalau kelas elitnya tentu mendapatkan manfaat yang nyata dan segera. Yang kita pikirkan hari ini adalah masyarakat luas, bukan hanya kepentingan elit politik.
 
Masyarakat harus kritis: apakah pemekaran ini “bertujuan publik” untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat luas, atau hanya sebatas keinginan “politik kekuasaan” kelas elit daerah semata. Saya tidak menolak dan tidak anti rencana pemekaran. Saya memahami betul apa tujuan pemekaran daerah. Tapi yang saya ingatkan: hal ini jangan dijadikan strategi politik sempit kelas atas semata, sementara rakyat jelata tak menikmati apa-apa dari pemekaran itu. Masyarakat jangan dijadikan sebatas “alat legitimasi” dari tujuan terselubung kalangan elit. Itu penekanan saya.
 
Oleh karena itu, semua elemen, harus tetap pada tujuan luhur dan mengenyampingkan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Kepentingan dan cita-cita masyarakatlah yang mesti diwujudkan. Hanya dengan semangat untuk mencapai kemajuan bersama dari semua elemen masyarakat, tujuan pemekaran bisa terwujud, yakni tercapainya kemajuan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, serta adanya peningkatan pelayanan publik.

NANI EFENDI
(Pengamat Sosial Politik)