Kisruh Pemilihan BPD Tanjung Pauh Mudik, Bupati Kerinci di Minta Tunda Pelantikan

Kerinci,- Kisruh proses pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ternyata masih saja terjadi di kabupaten Kerinci. Hal tersebut ditemukan di desa Tanjung Pauh Mudik kecamatan Danau Kerinci Barat, kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Dan parahnya, kuat dugaan anggota BPD yang ada dibanyak desa di kecamatan tersebut disebut - sebut cacat hukum, karena masih saja proses dan mekanisme pemilihan anggota BPD tanpa melalui proses musyawarah dan demokratis, itu artinya anggota BPD ditunjuk oleh Kades setempat yang notabene jelas menyalahi aturan yang berlaku.

Dari pengakuan warga desa Tanjung Pauh Mudik,  kecamatan Danau Kerinci Barat provinsi Jambi mengakui bahwa anggota BPD yang menjabat sekarang menurut warga mekanismenya bertentangan dengan juknis dan aturan yang sudah jelas diatur oleh permendagri nomor 110 tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Dalam pasal 5 (ayat 1 2 3 dan 4) dan dan pasal 11 (ayat 1,2 dan 3) dalam permendagri tersebut secara detail mengatur proses pemilihan anggota BPD yang dipilih secara langsung oleh masyarakat yang mempunyai hak pilih. Calon anggota BPD terpilih adalah calon anggota yang mempunyai suara terbanyak yang mekanismenya harus ada unsur dengan kuota perempuan dan keterwakilan wilayah seperti dusun RT maupun RW.

Menurut Soni Yoner aktivis Kerinci dan Sungai Penuh kepada awak media ini mengatakan, Bila terbukti adanya anggota BPD yang bukan hasil pilihan rakyat, maka Bupati wajib mencabut dan membatalkan SK pengangkatan BPD tersebut, dan bupati harus menunda pelantikan jika belum dilantik.

" Iya, Bupati wajib mencabut SK BPD yang tidak sesuai dengan mekanisme, anggota BPD yang terpilih maupun dilantik harus dipilih langsung oleh masyarakat desa setempat secara demokratis tanpa rekayasa atau bonekanya kades, hal ini jelas diatur permendagri no 110, tugas BPD sangat krusial sebagai pengawasan," Tegas SY.

Pada dasarnya, lanjut SY lagi, Masyarakat berhak untuk melakukan pemilihan ulang dan bupati harus menunda pelantikan anggota BPD yang terpilih, sebab jika pemilihan ulang dan pembatalan pelantikan dan pencabutan SK nya tidak dilakukan, maka keberadaan BPD tersebut cacat hukum," kata SY.

" BPD yang cacat hukum itu status desanya adalah fiktif, bila membentuk Panitia Pilkades, maka Panitia Pikades menjadi cacat hukum.Panitia Pilkades yang cacat hukum, hasil pelaksanaan Pilkades pun cacat hukum.Kades yang cacat hukum, apapun yang dilakukan atas nama jabatannya, menjadi cacat hukum pula," Pungkasnya.

Sekarang, bagaimana dengan BPD desa anda? (SY/Tim)