Sidang Kasus Korupsi Auditorium UIN STS Jambi, Hakim Tanya Fee Proyek Untuk Rektor


Berita JAMBI - Mantan Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, Hadri Hasan akhirnya diperiksa menjadi saksi, dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Auditorium, Tahun 2018.  Di persidangan Ia mengungkapkan, kalau pernah mendengar adanya permintaan fee dua persen dari wakil rektor (Warek) yang saat itu dijabat Prof. Dr. Su'aidi Asyari pada proyek pembangunan auditorium UIN STS Jambi. 

Hadri Hasan dihadirkan penuntut umum Kejati Jambi, khusus untuk terdakwa Hermantoni. Di persidangan, Jaksa Kejari Muarojambi, Rudi Firmansyah membahas BAP Hadri Hasan, terkait adanya permintaan fee dari Su'aidi, yang saat ini menjabat sebagai Rektor UIN menggantikan Hadri Hasan. 

 "Bapak pernah dengar ada seseorang meminta persentase dalam proyek ini?" tanya Rudi.  "Nggak ingat," sahut Hadri Hasan. 

 Jaksa mengingatkan Hadri Hasan, bahwa dalam BAP saat pemeriksaan di penyidik, saksi membenarkan ada yang meminta fee.
 "Saya bacakan BAP bapak ya. (Apakah saudara pernah mendengar Su'aidi meminta jatah dua persen). Jawaban bapak, (Iya saya pernah mendengar ada permintaan dari Su'aidi. Tapi dalam proses saya tidak mendengar lagi)" kata Rudi membacakan kembali BAP Hadri Hasan. 

 "Awal-awal pernah mendengar. Sekarang dia (Su'aidi) Rektor, dulu Wakil Rektor membidangi akademik," jawab Hadri Hasan.  Selain itu, mantan Rektor ini juga ditanyai soal hubungan dia dengan kontraktor pekerjaan. Salah satunya adalah dengan Rido Setiawan (DPO), rekanan yang pertama mengerjakan pekerjaan ini sebelum dialihkan ke Jhon Simbolon dan Kristina. 

"Bapak kenal dengan Rido Setiawan," tanya jaksa.  Hadri Hasan mengatakan tidak mengenal Rido, namun dia mengaku pernah bertemu dengan Rido. 

 "Tidak kenal, tapi pernah ketemu. Tapi bukan dalam suasana ini (pekerjaan auditorium). Nggak ingat saya," kata Hadri Hasan. 

 "Rido pernah mendapat pekerjaan di kampus bapak? Laboratorium?" tanya jaksa. 

 "Iya. (Ketemu) pada saat rapat," jawabnya.

Pembangunan auditorium ini dilakukan pada pertengahan 2018 dengan nilai anggaran hingga Rp 35 miliar, yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) 2018.

PT Lambok Ulina diketahui yang mengerjakan proyek tersebut terikat kontrak lewat Surat Keputusan Hadri Hasan selaku Rektor UIN sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan surat perjanjian nomor 46-Un.15/PPK-SBSN/KU.01.2/06/2018.

Dalam kontrak itu, perusahaan memulai pelaksanaan pekerjaan selambat-lambatnya selama 208 hari kalender terhitung sejak 7 Juni 2018 hingga 31 Desember 2018. 

PT Lambok Ulina diketahui mencairkan uang muka sebesar 30 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

Namun uang muka tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk pekerjaan gedung auditorium.  Sebelum pencairan uang muka proyek gedung auditorium, ada kesepakatan untuk dipotong sebagian besar uang muka sebanyak Rp4,5 miliar untuk pembayaran utang terhadap pekerjaan proyek gedung Laboratorium UIN.

Proyek itu sendiri dikerjakan oleh PT Delbiper Cahaya Gemilang dan berada di lingkungan Kampus UIN STS Mendalo.  Awalnya, PT Lambok Ulina sudah mengusulkan kepada rekan kerjanya agar tidak memotong uang tersebut. Namun, usulan tersebut tidak dipenuhi. Alhasil, uang muka proyek gedung tersebut dipotong langsung oleh PT Delbiper Cahaya Gemilang melalui KPA UIN STS Jambi.

Sumber : brito.id

Artikel ini telah tayang di Brito.id : Sidang Dugaan Korupsi Auditorium UIN STS Jambi, Saksi Singgung Rektor Terkait Fee Proyek