Pernikahan Bahagia Putri SAD Dengan Pria Bukan Suku Anak Dalam di Pengadilan Agama Tebo


Berita Tebo - Inang Sanggul (16), anak Temenggung Apug, pimpinan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) Desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo - Jambi, bakal melangsungkan pernikahan pada Senin, 3 Agustus 2020, mendatang. 

Perempuan bungsu dari tiga bersaudara ini telah dipinang Arfandi (39), lelaki bukan dari Suku Anak Dalam. Dia warga keturunan Jawa yang telah lama berdomisili di Desa Muara Kilis.
Karena berbeda suku, beberapa Minggu yang lalu telah dilakukan sidang adat SAD terhadap Inang Sanggul dan Arfandi," Sidang adat sudah kita lakukan. Mereka berdua mau sama mau, dan sudah kita putuskan akan melangsungkan pernikahannya pada Senin, 3 Agustus 2020," kata Temenggung Apung.

Tidak hanya sekedar sah secara adat. Temenggung Apung ingin pernikahan anak bungsunya itu juga sah secara kepemerintahan.
Sayangnya, berkas dan dokumen pernikahan yang telah dilengkapi oleh Temenggung Apung ditolak oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo - Jambi. Pasalnya, sesuai peraturan terbaru pemerintah telah menetapkan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun. 
Bagi yang belum memenuhi ketentuan usia 19 tahun jika ingin menikah harus mendapatkan surat dispensasi dari Pengadilan Agama. Untuk mendapatkan dispensasi saratnya adalah surat penolakan dari kita," kata Kepala KUA Tengah Ilir, Syafwandi kepada pengurus Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK) yang mendampingi Temenggung Apung, Senin (27/07/2020).

Syafwandi menjelaskan, saat ini untuk mendaftarkan pernikahan dilakukan dengan sistem online. Jika persyaratan tidak lengkap atau tidak memenuhi persyaratan, secara otomatis ditolak oleh sistem," ayo kita sama-sama ke Pengadilan Agama (PA) Tebo, konsultasi sekaligus minta petunjuk dari sana," ajak Syafwandi. 

Menurut dia, SAD merupakan salah satu komunitas adat terpencil yang meski diperlakukan khusus. Meski demikian, dia berkeinginan agar SAD belajar dalam pengurusan administrasi negara," harus kita dampingi sambil memberi pembelajaran kepada mereka (SAD) seperti apa berurusan dengan pemerintah," kata dia lagi. 


Selasa, 28 Juli 2020, Kepala KUA Tengah Ilir dan Ketua Yayasan ORIK menghadap Kepala Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Tebo, Hj. Baihna, S.Ag., M.H, di kantor PA Tebo. Dalam arahannya, Ketua PA minta kepada SAD (Temenggung Apung) mengajukan perkara dan tetap mengikuti sidang untuk mendapatkan dispensasi," selain tertib administrasi, ini juga sebagai edukasi kepada warga SAD," kata Hj. Baihna yang kedepanya dia berkeinginan untuk melakukan sosialisasi pernikahan kepada warga SAD.

Pada sidang nanti lanjut Hj. Baihna, harus menghadirkan kedua orang tua kandung Inang Sanggul yakni Temenggung Apung beserta istri, serta dua orang saksi.


Rabu, 29 Juli 2020, sidang perkara atas nama Temenggung Apung digelar di Pengadilan Agama (PA) Tebo. Sidang dihadiri langsung oleh Temenggung Apung beserta istri, Inang Sanggul dan dua orang saksi yakni Malenggang warga SAD dan Ahmad Firdaus Ketua Yayasan ORIK. 

Dihadapan hakim tunggal, Inang Sanggul mengaku telah mengenal Arfandi sekitar tiga tahun yang lalu. Inang juga mengaku sangat suka sama calon suaminya itu," tidak dipaksa. Saya memang suka sama dia (Arfandi)," kata Inang dalam sidang. 

Perkataan Inang ini juga dibenarkan oleh orang tuanya, Temenggung Apung," Kami sebagai orang tua tidak pernah memaksa pilihan kepada anak kami. Mereka suka sama suka, jadi meski dinikahi. Secara adat kami SAD sudah dijalani. Kami ingin pernikahan anak-anak juga sah secara kepemerintahan," jelas Apung. 
Dijelaskan Apung jika usia Inang Sanggul lebih dari 16 tahun. Karena saat pendataan kependudukan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sekitar tahun 2016 yang lalu, ada kesalahan dalam mencantumkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran Inang," kalo kami orang tuanya (SAD) tidak pernah mengingat kapan dan tahun berapa anak kami lahir. Jadi waktu pendataan data kependudukan kemarin, yang penting kami terdata biar keberadaan kami diakui oleh negara," kata Apung lagi. 

Kembali dijelaskan Apung, rumah atau kediaman calon menantunya (Arfandi) dekat dengan rumah dia. Apung juga mengaku kenal dekat sama kedua orang tua Arfandi," dia (Arfandi) masih bujangan, belum pernah nikah. Saya tahu itu karena rumah orang tuanya dekat rumah saya," kata Apung dan dibenarkan oleh Malenggang, warga SAD yang menjadi saksi pada persidangan itu.

Ketua Yayasan ORIK, Ahmad Firdaus yang juga menjadi saksi sekaligus pendamping SAD berkata, sekitar tahun 2009 lalu Inang Sanggul adalah murid atau siswa dia. Waktu itu Inang belajar menulis dan membaca di sekolah non formal dibawah binaan dia," ya dak mungkin kalo usia Inang sekarang masih 16 tahun. Waktu menjadi siswa saya, dia sudah besar," kata Firdaus. 

Yang menjadi persoalan kata Firdaus, jika pernikahan Inang ditunda atau dibatalkan gara-gara usianya masih dibawah umur, dia (Inang) akan melarikan diri. Pasalnya, gagal nikah merupakan aib bagi dirinya dan keluarga," itu salah satu adat dan tradisi SAD," ujar dia. 

Dijelaskan Firdaus, saat ini rata-rata SAD kelompok Temenggung Apung telah memeluk agama Islam. Sudah beberapa orang dari mereka menikah sesuai syariat Islam. Karena belum cukup umur atau usianya masih 16 tahun, orang tua Inang (Temenggung Apung) terpaksa meminta dispensasi dari Pengadilan Agama agar pernikahan anaknya itu tidak menyalahi aturan dan tercatat secara sah di pemerintahan. 

"ini juga pola pendampingam yang kita lakukan kepada SAD. Setiap ada urusan atau permasalahan, mereka kita libatkan langsung dalam penyelesaian masalah itu. Walaupun dalam penyelesaiannya banyak diberi kemudahan," kata Firdaus lagi. 

Firdaus berharap, kedepannya pernikahan seluruh SAD bisa tercatat dan sah secara hukum dan kepemerintahan," tidak hanya sah secara adat, tapi harus sah juga secara hukum dan pemerintahan," tutup Firdaus. (red/Portaltebo.id)