Bersama Zumi Zola, Asrul dan Apif, Arfan Didakwa Terima Gratifikasi Dari Sejumlah Pengusaha, Cek Nama-Nama Pengusahanya



JAMBI  - Terpidana kasus suap uang ketok palu pengesahaan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018, Arfan, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi. Kali ini, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi itu disidang dalam perkara gratifikasi atau menerima hadiah dari sejumlah pengusaha.


Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan digelar secara virtual, Rabu (2/9/2020), dimana majelis hakim dan penasehat hukum terdalwa berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jambi, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan terdakwa Arfan berada di Lembaga Pemasyaratan (Lapas) Jambi tempat ia ditahan.


Dalam surat dakwaannya, JPU KPK menyebut terdakwa Arfan yang saat itu menjabat Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR dan sebagai Plt Kepala Dinas PUPR, bersama-sama dengan Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021, Asrul Pandapotan Sihotang, dan Apif Firmansyah, pada bulan Februari tahun 2017 sampai dengan bulan November tahun 2017 telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan.


Selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, terdakwa menerima gratifikasi, yakni menerima uang dari Endria Putra sebesar Rp 1.500.000.000, Rudy Lidra Amidjaja sebesar Rp 1.000.000.000, dari Rudy Lidra Amidjaja, Agus Rubiyanto sebesar Rp. 500.000.000, dan dari Joe Fandy alias Asiang sebesar USD30,000, uang sebesar Rp 1.400.000.000, dan sebesar SGD100,000.


"Terdakwa juga diduga menerima uang dari Hardono alias Aliang, sebesar Rp 350.000.000, dari Rudy Lidra Amidjaja, sebesar Rp 350.000.000, dari Ali Tonang alias Ahui, sebesar Rp. 250.000.000 dari Suarto dan Endria Putra sebesar Rp200.000.000,00," ucap JPU KPK. 


Kemudian dari Andi Putra Wijaya sebesar Rp 250.000.000, dari Yosan Tonius alias Atong, sebesar Rp100.000.000, dari Ismail Ibrahim alias Mael sebesar Rp 300.000.000, dari Paut Syakarin sebesar Rp 200.000.000, dari Musa Efendi Rp100.000.000, serta dari Muhammad Imanuddin alias Iim sebesar Rp 100.000.000.


Dari Kendrie Aryon alias Akeng sebesar Rp 100.000.000, dari Timbang Manurung sebesar Rp 100.000.000, dari Widiyantoro sebesar Rp 150.000.000, dari Sumarto alias Aping sebesar Rp 150.000.000, serta dari Komarudin dengan jumlah keseluruhan, USD30,000  dan SGD 100,000.


Uang tersebut diterima di kantor Dinas PUPR Provinsi Jambi, basement kantor Cabang Utama Bank BCA jalan Dokter Sutomo No 50A, Kecamatan Pasar Jambi Kota Jambi, rumah terdakwa di Kompleks BTN Kotabaru, Jambi, Hotel Amaris Muaro Bungo, Jalan Hoktong Kota Jambi, serta Jalan Bararau II, Kota Jambi.


Perbuatan tersebut menurut jaksa, setidak-tidaknya  itu berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.


Serta berlawanan dengan kewajiban terdakwa selaku Pegawai Negeri Sipil untuk tidak menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Dispilin Pegawai Negeri Sipil.


"Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, seperti dakwaan dalam dakwaan primer dalam surat dakwaan," sebut JPU.


Jaksa penuntut umum juga menjerat Arfan dengan dakwaan subsider dimana perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.


Sumber : MetroJambi.com