DESA adalah tanah kelahirannya, Zainal dan keluarga tidak telahir di tengah-tengah kota metropolitan yang selalu menawarkan kehidupan secara lengkap, tubuhnya sejak kecil merasa betul bagaimana kesejukan udara alam desa yang ditumbuhi berbagai macam pepohonan di perbukitan sekitar, terlahir dari orang tua yang berprofesi petani di Desa Koto Iman, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, desa yang terkenal dengan ajaran agama dan selalu mengedepankan nilai-nilai kebudayaan yang masih terawat utuh, bahkan di era globalisasi yang berjalan sangat cepat ini sama sekali tidak mempengaruhi adat istiadat orang-orang desa tersebut.
Terlahir di desa bukanlah sebuah penghalang bagi Zainal, namun menjadi sebuah anugerah yang teramat besar. Bagaimana tidak, desa selalu menawarkan kehidupan penuh dengan kedamaian, kesederhanaan dan ketenangan, jauh dari kebisingan dan persoalan hiruk pikuk perkotaan dengan gedung-gedung megah pencakar langitnya.
Alam yang terawat dan orangnya yang ramah tamah seloh-seolah pula, berkat didikan agama sedari kecil seperti pengajian Al-Quran setiap sore dan setelah sholat maghrib, muhadarah, didikan subuh yang selalu dilaksanakan di Desa Koto Iman.
Zainal sang anak desa ini tumbuh dan besar dari lingkungan desa yang masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan, adat isitiadat dari leluhur, makanan dan minuman keseharian adalah buah hasil sumber alam yang menjanjikan, sawah yang terbentang luas perkebunan yang menghasilkan sayur-sayuran dan ikan segar yang sangat mudah didapatkan di Danau Kerinci adalah tempat mayoritas masyarakat menjadikan mata pecaharian untuk kehidupan sehari-hari, tak jarang desa juga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan penyumbang pangan di negeri ini.
Zainal Abidin adalah anak desa, ia adalah anak desa yang kini memberi warna bagi khalayak umum, terkhusus bagi masyarakat Kabupaten Kerinci sendiri. Kesederhanaan dan ketenangan adalah jiwanya, ia selalu berpikir secara matang dan lebih memusatkan pikirannya dalam bertindak, ia paham bahwa kecerobohan menandakan otak yang kosong, anak desa ini adalah harapan umat dan masyarakat ke depan.
Sejak muda, ia terus mengabdikan diri menjadi yang terdepan dalam setiap kegiatan-kegiatan di desa, selalu aktif dan hampir tak pernah ketinggalan dalam menyukseskan acara formal dan non formal di lingkungan desa tersebut.
Dari sinilah ia belajar bahwa kehadiran kita bukan untuk berdiam diri melainkan selalu berusaha untuk berbuat kebaikan dimanapan dan kapanpun, ia adalah pemuda yang selalu siap dan selalu hadir di berbagai kesempatan pada waktu itu. Sejak hidup di desa ia selalu menjadi pemikir dan penggerak, bukan hanya menjadi pemikir tanpa bergerak, begitu pula sebaliknya.
Bagaikan Sekeping Cahaya dari Sudut Desa
Ia bagaikan sekeping caya dari sudut desa, pemuda yang tumbuh dan berkembang dari desa. Pemuda kebanggaan desa yang haus dengan ilmu pengetahuan, pemuda yang mempunyai tekad dan darah juang yang tinggi untuk berkontribusi membangun kehidupan bermasyarakat dengan karya nyata yang hadirnya bagaikan cahaya yang datang dari sudut desa, kemudian menyapa kegelapan kesunyian di tengah-tengah hiruk pikuk metropolitan.
Pemuda yang berani dan bangkit dari keterpurukan hampa, Zainal Abidin memang hanyalah anak desa, namun perjuangannya tak ubahnya seperti mereka-mereka yang hidup selalu memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk orang lain, semangatnya dalam mengabdikan diri demi terciptanya kesejahteraan sesama, tak ubahnya seperti pepohonan yang tak mampu ditumbangkan oleh angin badai.
Anak desa itu muncul ke permukaan untuk berkarya, berinovasi serta berkreativitas. Ia bukanlah pemuda yang ketinggalan zaman, namun ia merupakan pemuda yang terus mewarnai zaman dengan karyanya, bukan pemuda yang terwarnai oleh perkembangan zaman. Mereka muncul bukan dipaksakakan untuk sadar, namun dikarenakan kesadaran diri sendiri, resah dan gelisah dengan keadaan yang ada.
Terlahir dari desa bukanlah sebah batu pengalang untuk berkarya, bukan pula tak mampu mewarnai dunia, munculnya pemuda desa yang kreatif dan inovatif dipermukaan memberikan cahaya dan warna tersendiri bagi dunia, mereka membuktikan bahwa anak-anak desa juga mampu meraih prestasi yang gemilang. Desa memang tak menawarkan kehidupan secara lengkap, bukan tak mungkin bagi kita anak desa mampu berkompetisi dengan yang lainnya.
Dari sudut desa ia muncul dari keterpurukan, berbekal dari berbagai gejolak yang dihadapi kini membuat anak desa ini menyadari bahwa anak-anak desa perlulah dibekali dengan berbagai macam bentuk disiplin ilmu pengetahuan, agar menjadi produktif dan berjalan ke arah yang lebih baik lagi, apalagi di era saat ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tidak menyentuh anak-anak desa, dengan hal ini pula kian hari kian merenggut nasib anak-anak desa.
Ia sering berpikir apa yang menjadi sebab desa-desa bernasib demikian, tapi ia pastikan bahwa pangkal mulanya ialah kurangnya ilmu pengetahuan kemudian bertumpu pada sistem pembangunan Negara dan daerah yang tak menyentuh sendi-sendi kerakyatan. Ia juga berpendapat bagaimanapun pembangunan itu mestinya di muarakan bagi kesejahteraan rakyat, nasib rakyat desa haruslah diperhatikan, sistem pembangunan tidaklah harus menjadi milik pemodal, investor dan kota saja tapi berimbas terhadap pelosok desa.
Sistem pembangunan haruslah merakyat dari pelosok hingga kota kalau setiap sendi-sendi tersentuh dari system yang ada maka tentu akan tercipta keadilan bagi setiap warga Negara. Pemerintah boleh saja bilang bahwa pada tingkat makro ekonomi mengalami peningkatan tapi pada level mikro itu omong kosong, peningkatan tersebut ternyata tidakah membuat kesejahteraan bagi rakyat. Lihatllah, biaya pendidikan kita saja misalnya alih-alih menjadi gratis, yang terjadi saat ini malah semakin mahal dan kian melangit.
Melihat fakta yang bergulir demikian bagaimana mungkin kesejahteraan dan tatanan kehidupan bangsa yang besar ini akan berubah ke arah yang lebih baik lagi, tak jarang anak desa ini kerab merasa geram, kesal bahkan frustasi melihat kondisi tersebut.
Berbekal dari ketimpangan yang terjadi sang anak desa ini keluar dan maju ke depan berjuang dengan jiwa dan raga untuk merubah dan membuat sistem yang lebih merakyat.
Ia selalu yakin bahwa untuk merubah hal yang besar tentulah dimulai dari yang terkecil, tak jarang ia kerap turun ke desa-desa menyentuh sendi-sendi yang tak tersentuh menjadi pendengar yang baik, merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat, demi sebuah solusi dari setiap permasalahan yang ada. Karena ia juga merasakan yang dirasakan anak-anak desa.
*Dikutip dari Buku Perjalanan Sang Anak Desa: Zainal Abidin, S.H., M.H. (Inspirasi untuk Semua Kalangan) ditulis oleh Priyoga Utama