BS adalah seorang petani berumur 50 tahun, bertubuh ramping dan kulit sawo matang, perokok, pengopi, suka ngobrol, dan cukup aktif di kebun maupun rumah.
Beberapa waktu lalu kondisinya lemah karena sudah sekian hari sulit memasukkan makanan ke perutnya sekalipun itu kecil dan lembut.
Tenggorokan dan giginya sakit, gusinya bernanah, flu dan batuk, dada sesak, kondisi inilah yang membuatnya terbaring di rumah pada saat itu.
Ia mempunyai ST anak sulungnya perempuan yang sudah bersuami dan sudah memiliki dua anak yang masih balita. Sejak menikah, ST ikut suami di rumah kontrakan namun masih sering bolak-balik ke rumah orang tua.
Ketika bapaknya sakit ST membantu menyuapkan minum dan makanan sekalipun itu sulit karena makanan yang masuk kerap keluar lagi sebab bapaknya tiba-tiba muntah. Tapi itu tetap ia lakukan dengan sabar.
Esoknya, dalam kondisi sulit itu ST teringat dengan manfaat buah hutan (DBJ) yang pernah ia baca diantaranya untuk kesehatan mulut, gigi, gusi dan infeksi.
ST kemudian menanyakan kepada suaminya (MSL) apakah buah DBJ itu masih ada di hutan kalau masih ia minta tolong segera dicarikan. MSL suami ST adalah Orang Rimba.
Tidak pikir panjang MSL langsung bergegas mencari buah ke hutan karena keluarga besarnya memang tinggal di hutan - Hutan rimba Jambi.
Tak perlu waktu lama bagi MSL untuk mendapatkan buah tersebut karena sore hari ia sudah tiba kembali di rumah.
ST Kemudian mengambil 5 biji buah tersebut, segelas air putih matang, kemudian ia blender dan air itulah yang diminumkan ke ayahnya yang sudah terkulai pada saat itu.
"Gimana rasane pak" tanya ST kepada si ayah setelah memberikan minum.
"Sepet-sepet pedas Ti" jawab si bapak.
ST hanya tersenyum sembari terus mengawasi ayahnya dan dua anaknya yang masih balita di rumah itu.
15 menit kemudian sang ayah tampak bangkit lalu berjalan keluar rumah dan di halaman rumah ia terlihat muntah sejadi-jadinya.
Di isi muntahan terlihat makanan bercampur dahak dan nanah bercampur darah yang cukup banyak. Air buah yang masih tersisa kembali ST minumkan ke ayah diminta kumur-kumur juga kemudian sang ayah kembali muntah tapi isi muntahan sudah tampak bersih.
Pada saat itu ST merasakan tubuh si ayah sudah mulai hangat dan mulai terlihat butiran keringatnya. Si ayah kemudian ia papah ke dalam rumah agar kembali rebahan dan istirahat.
Dua jam berikutnya ST melihat ayahnya bangun dan langsung menuju dapur.
Rupanya ia mengambil nasi dan lauk pauk untuk makannya sendiri seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa.
"Emang gak sakit lagi mulut dan untune pak" tanya ST pada ayahnya.
"Weteng ku laper Ti. Koyok'e wis rapopo wis iso mangan iki" Jawab si ayah sambil terus ngobrol dan menikmati makannya. ST dan suami terlihat senang.
Sejak saat itu keluarga ini kerap menyimpan buah hutan ini untuk menjaga kesehatan pribadi dan keluarga mereka.
INISIAL
Sebelumnya saya mohon maaf jika di tulisan ini tidak menyebut nama orang dan buah secara jelas supaya buah hutan ini tidak di eksploitasi membabi buta karena pertimbangan kondisi dan situasi saat ini.
Jika ada kebutuhan terhadap manfaat buah ini sebaiknya ada perlakuan bijak bukan saja terhadap buahnya tapi terhadap semua pihak yang membutuhkan supaya tidak ada monopoli dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Begitupun dengan nama orang karena pertimbangan keamanan secara pribadi dan keluarga mengingat situasi dan kondisi serta para pihak yang berkepentingan.
Karena kisah di cerita ini, buah hutan dalam kisah ini, orang-orang yang saya sebut disini, pihak-pihak yang terkait disini, adalah nyata dan orang-orangnya semua masih ada.
Itu sebagai tanggungjawab saya atas tulisan ini begitu juga dengan keamanan dan kenyamanan mereka, keamanan dan kebijakan terhadap pemanfaatan buah ini jika sewaktu-waktu memang diperlukan.
JARINGAN GLOBAL
Tanaman ini tumbuh di hutan Sumatera dan kalimantan yang menurut sejumlah referensi mengandung zat tertentu dan berguna sebagai obat. Menjadi salah satu komuditas ekspor Indonesia ke sejumlah negara.
Pengalaman saya pernah suatu kali berkomunikasi dengan eksportir yang baru saja MoU dengan negara luar untuk pemanfaatan buah hutan ini. MoU dalam rangka peningkatan volume eksport.
Melalui komunikasi tersebut saya mengetahui mereka sudah melalui penelitian, uji laboratorium dan penggunaan teknologi canggih untuk kebutuhan farmasi.
Jaringan dagang ini sebenarnya sudah lama namun di masyarakat hanya mentok sebatas tengkulak buah saja, informasi dibawah terputus sebatas itu yang akhirnya masyarakat tidak tau buah yang mereka jual itu dibawa kemana dan untuk apa.
Harga buah dibeli murah sedangkan faedah tanaman ini ada pada buah tersebut berdasar kisah diatas dalam mengatasi penyakit.
Pertimbangan hubungan lintas negara, farmasi dunia, ketersedian buah di hutan, saya kira itu bukan hal yang bisa dianggap main-main.
Jika ingin menggali lebih dalam tentang ini saya siap membantu asal untuk kemaslahatan bersama, keselamatan bersama dan kesehatan kita semua.
Jambi, Jum'at 27 Maret 2020
Willy Marlupi,
Pemerhati Orang Rimba