JAMBI - Belum genap seminggu meninggalkan Jambi, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengirim tim ke bumi Pucuk Jambi Sembilan Lurah. Kali ini, Rabu (6/10), KPK menurunkan penyidik untuk melanjutkan pengusutan kasus suap ketok palu RAPBD 2017-2018.
Turunnya tim penyidik ini diungkapkan oleh juru bicara KPK Ali Fikri. Menurut Ali, para saksi diperiksa di Mapolda Jambi, Jalan Jenderal Sudirman, Thehok. Ada enam saksi yang dipanggil, yakni Eka Marlina, Santi Maria Susanti, dan Kusnindar –ketiganya anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019.
Penyidik juga memanggil anggota DPRD Provinsi Jambi 2019-2024 Yuli Yuliarti, ibu rumah tangga bernama Pratiwi Annisa dan pekerja swasta, Desnarson Madyanto. Pratiwi adalah isteri Apif Firmansyah, bekas orang dekat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Dari sejumlah bukti beredar, Apif sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun KPK belum mengumumkan secara resmi. Kini Apif masih tercatat sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2019-2024. Sebelum ini, isterinya sudah pernah diperiksa KPK.
Desnarson adalah teman dekat Arrahmat Eka Putra, mantan anggota DPRD Provinsi Jambi dari PKS yang sudah jadi tersangka. Desnarson disebut-sebut sebagai orang yang dititipi uang suap ketok palu RAPBD 2017 sebesar Rp 300 juta yang diterima Rahmat dari Kusnindar.
Menurut Ali Fikri, pemanggilan enam saksi tersebut dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas nama tersangka Fahrurrozi (PKB), Arrahmat, Wiwid Iswhara (PAN) dan Zainul Arfan (PDIP).
Usai diperiksa penyidik, Yanti Maria Susanti keluar ruangan sekitar pukul 12.00 WIB. Dia langsung berlari menuju tangga samping gedung lama Mapolda Jambi.
Mengenakan baju dan jilbab putih, Yanti yang telah beberapa kali diperiksa tetap bungkam saat diuber wartawan. Dia menuju Mitsubishi Pajero Sport hitam BH 1781 AN dan langsung pergi meninggalkan Mapolda Jambi.
Dari fakta-fakta persidangan, Yanti Maria disebut dua kali menerima uang suap ketok palu masing-masing Rp 100 juta dari Kusnindar. Isteri mantan Wabup Kerinci Zainal Abidin ini menerimanya pada Januari dan Maret 2017 di kediamannya, Cluster Anggrek Perumahan Puri Mayang.
Sementara Kusnindar yang ditanyai wartawan mengaku tidak mendapat pertanyaan baru. Katanya, dia datang hanya untuk memperbaiki berita acara pemeriksaan (BAP) sebelumnya. “Ada salah ketik,” katanya.
Saksi lain, Desnarson, mengaku ditanyai soal uang Rp 300 juta yang dititipkan Rahmat kepadanya. Dari sejumlah persidangan, Rahmat sendiri mengaku memasukkan uang Rp 300 juta ke rekening teman baiknya karena tidak terbiasa menyimpan uang dalam jumlah banyak.
Diketahui, Rahmat menerima uang Rp 300 juta untuk jatah dirinya sendiri dan dua rekannya sesama dari PKS di DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, yakni Rudi Wijaya dan Supriyanto. Kedua rekannya meminta Rakmat menyimpannya untuk biaya politik 2019.
Sementara Yuli Yuliarti yang datang sekitar pukul 14.00 WIB, mengaku tidak ada hubungan dengan kasus korupsi yang menjerat sejumlah anggota DPRD 2014-2019 tersebut. “Tanya saja sama penyidik, ya,” ujarnya kepada wartawan usai diperiksa.
Sepanjang pemeriksaan, tidak terlihat Pratiwi Annisa. Dipantau dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, dia tidak kunjung datang. Ketika akhirnya tiga penyidik KPK keluar dari ruang pemeriksaan, Pratiwi juga tak terlihat.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga para unsur pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 menerima uang suap sebagai imbalan untuk hadir pada rapat paripurna pengesahan RAPBD. Jumlahnya antara Rp 100 juta hingga Rp 600 juta per orang.
Khusus untuk para tersangka yang duduk di Komisi III diduga menerima masing-masing Fahrurozzi sekitar Rp 375 juta, Arrakhmat Eka Putra sekitar Rp 275 juta, Wiwid Iswhara sekitar Rp 275 juta, dan Zainul Arfan sekitar Rp 375 juta.
Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan 18 tersangka dan saat ini telah diproses hingga persidangan. Adapun para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Kasus terungkap setelah KPK melakukan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktek uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD 2017.
Pekan lalu, tim KPK yang dikomandoi langsung ketua lembaga antirasuah itu, Firli Bahuri, turun ke Jambi untuk melakukan sosialisasi dan edukasi pencegahan korupsi.
Beberapa pekan sebelumnya, penyidik KPK muncul di Lapas dan Mapolda Jambi untuk memeriksa sejumlah saksi kasus suap RAPBD 2017-2018.